Pages

Monday 21 March 2016

Patah Hati Terhebat


Cinta itu lengkap dengan bahagia dan luka. Jika kamu sudah siap dibahagiakan dengan cinta maka artinya kamu juga harus siap terluka karena cinta. Itu yang pernah seseorang katakan padaku. Aku pernah merasakan patah hati terhebat yang sampai sekarang cinta dan lukanya masih membara dihatiku. Hanya saja mungkin api cinta itu perlahan akan padam dikalahkan oleh api yang membara karena luka atau mungkin dikalahkan dengan air murni yang akan memadamkan keduanya  dari arah lain.

Ingatan pernah dibahagiakan olehnya akan lebih banyak diingat dari pada ingatan pernah dilukai olehnya. Bukan karena apa dan mengapa, karena begitulah cinta akan selalu memaafkan tidak peduli seberapa besar luka yang diberikan karenanya. Kita tidak akan pernah bisa membencinya walaupun kita ingin. Karena kita akan lebih rela melupakan luka yang pernah dia berikan daripada kehilangannya. Kalaupun kita sudah terlanjur kehilangannya kita lebih ingin melihat dia bahagia dan ikut berbahagia dengan kebahagiannya daripada membencinya. Cinta, tidak akan pernah bisa membuatmu membenci apapun alasannya. Jika kamu merasa “pernah mencintainya” dan nyatanya kamu sekarang berubah membencinya, itu bukan cinta menurutku. Jika seperti itu maka ego lebih menguasaimu daripada cinta yang kamu pikir pernah kalian miliki bersama. Cinta itu seperti kasih sayang orang tua pada anaknya, tidak peduli seberapa nakal anaknya orang tua akan selalu memaafkan, menerimanya kembali, dan tetap mencintainya. Hingga separah anaknya memilih pergi dan tidak peduli dengan orangtuanya, mereka akan selalu mendoakan keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan kebaik-baiksajaanmu. Begitulah cinta. Bukan tidak ada batas antara cinta dan benci. Bukan seperti itu. Cinta adalah tentang penerimaan dengan setulus hati apapun yang ada pada dia yang kamu cintai. Baik bahagia ataupun luka.

Pernah ada istilah mengatakan “Time’s healing”. Nyatanya waktu tidak pernah menyembuhkan, waktu hanya membuat kita sadar jika apa yang selama ini kita pikirkan tidak seperti kenyataan yang kita hadapi. Waktu akhirnya membuat kita menerima, bahwa semua yang kamu harapkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Waktu akan membuat mu mengerti, bahwa dia akan tetap berjalan maju tidak peduli dengan apa yang terjadi karena waktu tidak pernah kembali ataupun berhenti. Begitupun patah hati, waktu tidak menyembuhkannya tetapi penerimaan, keikhlasan, dan pengertianlah yang menyembuhkannya. Jadi bukan seberapa lama patah hati menetap di dadamu yang menentukan kesembuhan dari luka yang kamu rasakan. Sekali lagi itu adalah penerimaan, keikhlasan, dan pengertian. Tidak ada lagi pertanyaan yang terbesit “Mengapa setelah sekian lama lukanya masih terasa?”. Karena kamu tidak pernah berusaha menyembuhkannya, walaupun waktu berlalu begitu lamanya luka itu tidak akan pernah sembuh atau justru semakin parah.


Patah hati tehebat mungkin rasanya teramat sakit, bahkan kamu merasa ingin mati saja saat mengalaminya. Tapi percayalah, kamu hanya harus melaluinya. Itu yang selalu ku katakan pada diriku saat aku mengalami patah hati terhebat. Dan percayalah apa yang menantimu di depan selalu jauh lebih baik dari apa yang telah kamu ikhlaskan. Selalu.